Eli
adalah anak professor terkenal. Tetapi, dia anak yang malas! Dia selalu
mempergantungkan masalah pada mbok Sari atau pada orangtuanya. Dia memang anak
yang tergolong kaya. Jelas saja! Mamanya anak bangsawan.
Pada
hari Senin, Bu Shinta menyuruh anak 5C membuat pernyataan. Terserah apa itu
pernyataannya! Seperti pernyataan tentang global
warming.
Pak
Tono sudah menunggu Eli di gerbang sekolah. Oya, nama sekolah Eli adalah SD
Puspa Bangsa. SD ini khusus untuk yang tinggal di perumahan Puspa Bangsa. Yang
enggak tinggal di perumahan Puspa Bangsa, enggak boleh sekolah sini. Disini
juga diadakan school bus. Sekolah ini memang tertutup. Banyak yang enggak tau
tentang sekolah ini.
“Halo
Non! Ayo masuk!” ajak Pak Tono sambil membukakan mobil pribadi Eli. Eli pun
masuk. Lalu, ia merebahkan badannya di kursi mobil.
“Kenapa,
Non?” tanya Pak Tono sambil menyetir.
“Capek,
nih! Ada tugas
lagi!” ujar Eli malas.
“Lho,
tugas kan
enak, Non!” komentar Pak Tono.
“Jah…,
Pak Tono gimana, sih? Namanya tugas itu nyebelin! Harus mikir banyak-banyak!”
bantah Eli kesal.
“Kalau
Non nggak mau belajar dengan giat, nanti jadi kayak mbok Sari, lho!” nasihat
Pak Tono. Eli tidak memikirkan kata-kata Pak Tono.
Sesampai
di rumah, Eli segera berganti baju, makan, mandi, dan bermain.
“Mboookk…,”
panggil Eli. Mbok Sari datang dengan tergopoh-gopoh.
“Ada apa, Non?” tanya mbok
Sari.
“Buatin
aku es teh yang lemon, ya! Terus aku mau chesse cake nya brownies yang di beli
sama Ibu itu, lho!” ujar Eli. Mbok Sari segera membuatkan Eli es teh rasa lemon
dan mengambil setengah potong chesse cake yang sebetulnya itu brownies chesse.
Cuman, Eli sering menyebutnya chesse cake.
“Ini,
Non!” ujar mbok Sari sambil meletakan piring dan gelas di meja belajar Eli. Tak
lama, mbok Sari pun keluar dari kamar Eli.
“Papa
pulanggg…,” teriak Papa. Eli mendatangi Papa.
“Haloo
Eli…,” sapa Papa. Eli memeluk Papanya yang baru datang dari Las Vegas.
“Haloo
Papa…. Pa, bantuin aku buat pernyataan, dong! Papa kan pinter. Nanti, Eli buatin cake deh!!” rayu
Eli. Papa tertawa.
“Hmm…,
boleh! Tapi, Papa enggak mau cake. Udah bosen. Maunya es krim…,” ujar Papa
manja.
“Ih…,
Papa manja! Oke oke, yang penting tugas Eli dulu!” ujar Eli senang. Papa dan
Eli pun berjalan menuju perpustakaan rumah Eli yang luas.
“Hmm…,
ini buku yang cocok!” ujar Papa. Eli melihat buku itu.
“Yakin?”
tanya Eli tak bersemangat. Papa menganguk. Buku itu menceritakan pernyataan
tentang para wanita yang tidak sekolah. Lalu, datanglah Ibu Pertiwi untuk
memimpin para wanita untuk bekerja keras. Lalu menunjukan pada laki-laki bahwa
wanita juga bisa bekerja keras.
“Hmm…,
oke deh! Karena aku enggak semangat sama pernyataan ini, Papa deh yang traktir
Eli,” ujar Eli semangat.
“Oke,
deh!!!” ujar Papa senang.
Selesai
mengerjakan pernyataan, Papa mengajak Eli ke kedai es krim. Namanya Kedai Ice
Cream Puspa Bangsa. Lucu, ya?
“Mbak,
saya pesan paket Happy dua, ya!” pesan Papa sesampainya di kedai es krim.
Pelayannya pun menganguk sambil mengambil pesanan Papa.
“Ini
es krim nya,” ujar Papa.
“Hmm…,
yummy banget!!!” ujar Eli senang. Selesai makan es krim, Eli dan Papa pulang.
“Haloo
Sayang…,” ucap Mama sepulang dari London yang datang tepat saat Papa dan Eli
pulang dari kedai es krim.
“Hello
Maa…,” sapa Eli. Mama pun mengecup kening dan pipi Eli.
“Kamu
mandi air hangat, ya! Setelah itu, pakai piyamamu, siapkan buku pelajaran, dan belajar,
ya!” ujar Mama.
“Baik
Ma,” jawab Eli menurut. Sesampainya di kamar, Eli melihat cake nya dan teh nya
tergeletak di meja belajar.
“Mbookk…,
tolong angkat cake nya yaaa…! Taruh aja di kulkas,” teriak Eli. Mbok Sari
datang ke kamar Eli. Lalu, membawa makanan Eli menuju dapur. Eli pun
mengerjakan apa kata dari Mama. Setelah belajar, Eli tidur.
Pagi
sekali, Eli bangun! Seusai mandi dan berpakain, ia turun ke ruang makan untuk
sarapan.
“Mbok,
mana Ibu sama Bapak?” tanya Eli sambil mengoleskan selai coklat pada roti
tawarnya.
“Tadi,
Ibu sama Bapak pergi ke Makassar. Pak Tono menemani Ibu dan Bapak. Jadi, nanti
Non naik school bis,” ujar mbok Sari.
“School
bus maksudnya,” kata Eli membetulkan.
“Ya
semacam itulah!”
“Ya
udah! Tolong ambilin tas saya di kamar, ya! Lalu, taruh di kursi tamu,”
perintah Eli.
Tak
lama, bus sekolah Eli datang. Eli pun duduk bersama Dina. Sampai di sekolah,
Eli mengumpulkan tugas pernytaannya.
“Hebat
sekali! Biasanya kamu mengumpulkan telat sehari. Tetapi, hari ini kamu
mengumpulkan pada hari pertama. Inilah Teman-teman, contoh untuk jadi murid
yang sukses!” ujar Bu Shinta. Eli tersipu malu.
Di
rumah, Eli berpikir, ternyata enak menjadi
orang pintar. Bisa mengerjakan apa saja yang di mau! Aku mau belajar yang lebih
rajin, ah! Supaya nanti kayak Papa. Ini semua karena Papa. Sejak saat itu,
Eli belajar lebih giat dan tidak bergantung pada mbok Sari, Pak Tono, Mama, dan
Papa. Ia berusaha menjadi anak mandiri. Di tiru ya Teman!!
NB: ini karangan jaman dulu. Maaf kalo masih polos;D